Simple Life

Sabtu, 23 Februari 2013

Siapa yang Mengetuk Malam-Malam?




Siapa yang mengetuk malam-malam?
Kamu?
Bukan?
Lalu siapa?
Siapa yang mengetuk malam-malam?
Saat hujan turunnya deras
Saat hari terasa lebih gelap dari hitam
Saat kilat menyambar
Apakah dia?
Bukan juga?
Lalu siapa?
Siapa yang mengetuk malam-malam?
Saat guntur dan ketulian yang terasa
Saat lolongan anjing membahana
Saat ternyata listrik padam
Suasana senyap
Dan terdengar...
Tok..tok...tok...
Aku?
Bukan?
Lalu siapa?
Siapa yang mengetuk malam-malam?
Semarang, 15 Februari 2013 16.18

Puisi ini terinspirasi dari pengalaman di manokwari dulu. Saat itu di kompleks kami (manokwari secara umumnya) sering terjadi  pemadaman listrik bergilir. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di umur tiga tahun, pemadaman listrik merupakan hal yang paling menyebalkan dan menakutkan.  Pada saat itu kami sekeluarga akan menyalakan lilin yang hanya berukuran 15 cm. Lalu muncul berbagai lilin dengan model dan ukuran yang menjadi primadona di antara tetangga kompleksku disusul dengan kepopuleran lampu emergensi kotak yang bis di-recharge (papa pernah mengomeli tetangga kami yang tak terlalu dekat dengan kami karena menjual lampu emergensi, lampu itu baru beberapa kali dipakai dan langsung rusak. Mahal bro di zaman itu, sekitar tahun 2003), setelahnya, muncul lampu  emergensi lebih kecil dan lebih murah dari sebelumnya (ini favorit papa. Karena sejak mengenal lampu ini, setiap ia, atau anggota keluarga lain yang ke jawa, selalu menyuruh untuk membeli benda itu. Sekitar tahun 2008). Keluargaku sih hanya ikut arus (seringnya tidak). Dan di saat pemadaman itu, terkadang aku dan kawan-kawan kecil bermain di luar. Lari-lari ke sana ke mari, main cina buta (dulu aku ingin sekali terus memainkan permainan ini, karena selalu belum puas bermain lantaran terlambat bergabung, main jadi-jadian, dan sebagainya. Yah, masa kecilku. Lalu saat kami mulai lelah dan listrik belum juga menyala, malamku mulai menyeramkan.  Di rumah, kami sekeluarga berkumpul di depan tv, ngobrol, menyanyi bersama, dan tertawa-tawa gak jelas (pasti kedengaran tetangga -_-). Terkadang sambil makan lesehan di lantai dengan penerangan lilin (nah, inlah yang namanya candle light dinner, haha =D). Setelah itu aku dan kedua adiku akan bermain dengan lilin tersebut. Menyeberangkan jari melewati lilin, melapisi kuku kami dengan lelehan lilin, menjadikannya seperti kuteks, membuatnya semakin tebal dan semakin panjang, lalu saling beradu. Kadang malah lebih ekstrem, yaitu menggunakan sisi jari di bagian telapak tangan, sehingga jika kamu melapisi jarimu, maka syaraf-syaraf di bagian itu akan mentransmisikan rasa panas ke bagian otak, yang akan merangsangmu untuk menarik tanganmu sebagai bentuk pertahanan diri (masih ingat kan nama reseptor panas di kulit? Yap, ruffini :D). Kemudian kami satu-satu jatuh tertidur dengan lilin yang tetap menyala di lantai, yang di pagi hari menyisakan lelehan lilin yang telah membeku kembali (mama sering kali mengomeli kami, karena jika kamu mencabut lelehan yang telah membeku kembali itu, maka akan tersisa bekas berwarna putih di lantai yang sulit sekali dibersihkan).
Ya, itulah sebagian sisi romantis pemadaman lampu di masa kecilku. Tetapi akan mengerikan jika lampu mati terjadi bersamaan dengan hujan deras, makin lama lilin mengecil lalu habis, dan yang paling parah adalah saat ada seorang atau lebih anggota keluargamu yang tidak ada di rumah. Yang terakhir ini akan membuatmu menanti dengan was-was, takut terjadi apa-apa dengan mereka, ataupun karena kamu tak mampu beraktivitas di rumah sendiri karena kurangnya orang. Kemudian kamu akan menambah kesensitifan indra pendengaranmu terhadap setiap suara di luar, mulai suara mobil, motor, orang berjalan, ketukan di pintu, sampai ucapan salam yang beradu dengan suara gemuruh hujan. Dan saat orang yang dirindu muncul, kamu akn mengucapkn syukur, lalu berharap mereka tidak akan meninggalkanmu lagi di malam yang kelam karena pemadaman listrik, kamu akan selau berharap keluargamu utuh, hahaha :D. Lalu saat terdengar suara guntur, disusul dengn lolongan anjing, kamu dan saudara-saudaramu, bahkan orangtuamu, akan saling berpelukan saling menghangatkan, sampai akhirnya jatuh tertidur. Yah, pemadaman lampu, akan membuat dirimu merasa betapa berharganya orang di setiap waktu hidupmu, di setiap detiknya. Bahkan berharganya orang tak dikenal yang kita temui begitu saja di jalanan, aku baru sadar, bahwa kita saling berbagi kehidupan. Dan moment-moment kecil dalam hidupku dimasa muda (hah? Apaan nih -_-), moment-moment itu adalah harta karun, aku jadi menyesal kenapa dulu (sampai sekarang sih)tidak  menulis buku harian (seharusnya pelajaran bahasa indonesia harus membiasakan dan memaksimalkan keterampilan ini, karena dengan menulis buku harian, bisa menambah kemampuan mengingat kita).
Yaa Allah, jagalah keutuhan keluarga kami, kami saling menyayangi satu sama lain. Mudahkanlah papa, mama, riko, dan ragil. Jagalah mereka, sayangilah mereka. Aku baru sadar bahwa mereka adalah orang-orang terpenting di hidupku, sangat berarti. Setiap moment dengan mereka adalah saat-saat terindah. Aku ingin bersama mereka, di dunia dan di surga kelak. Aku menyayangi dan mencintai mereka. Jagalah Yaa Allah. Aamiin J



Tidak ada komentar:

Posting Komentar