Siapa yang mengetuk malam-malam?
Kamu?
Bukan?
Lalu siapa?
Siapa yang mengetuk malam-malam?
Saat hujan turunnya deras
Saat hari terasa lebih gelap dari hitam
Saat kilat menyambar
Apakah dia?
Bukan juga?
Lalu siapa?
Siapa yang mengetuk malam-malam?
Saat guntur dan ketulian yang terasa
Saat lolongan anjing membahana
Saat ternyata listrik padam
Suasana senyap
Dan terdengar...
Tok..tok...tok...
Aku?
Bukan?
Lalu siapa?
Siapa yang mengetuk malam-malam?
Semarang, 15 Februari 2013 16.18
Puisi ini terinspirasi dari pengalaman di manokwari dulu.
Saat itu di kompleks kami (manokwari secara umumnya) sering terjadi pemadaman listrik bergilir. Sejak pertama
kali menginjakkan kaki di umur tiga tahun, pemadaman listrik merupakan hal yang
paling menyebalkan dan menakutkan. Pada
saat itu kami sekeluarga akan menyalakan lilin yang hanya berukuran 15 cm. Lalu
muncul berbagai lilin dengan model dan ukuran yang menjadi primadona di antara
tetangga kompleksku disusul dengan kepopuleran lampu emergensi kotak yang bis
di-recharge (papa pernah mengomeli tetangga kami yang tak terlalu dekat dengan
kami karena menjual lampu emergensi, lampu itu baru beberapa kali dipakai dan
langsung rusak. Mahal bro di zaman itu, sekitar tahun 2003), setelahnya, muncul
lampu emergensi lebih kecil dan lebih
murah dari sebelumnya (ini favorit papa. Karena sejak mengenal lampu ini,
setiap ia, atau anggota keluarga lain yang ke jawa, selalu menyuruh untuk
membeli benda itu. Sekitar tahun 2008). Keluargaku sih hanya ikut arus
(seringnya tidak). Dan di saat pemadaman itu, terkadang aku dan kawan-kawan
kecil bermain di luar. Lari-lari ke sana ke mari, main cina buta (dulu aku
ingin sekali terus memainkan permainan ini, karena selalu belum puas bermain
lantaran terlambat bergabung, main jadi-jadian, dan sebagainya. Yah, masa
kecilku. Lalu saat kami mulai lelah dan listrik belum juga menyala, malamku
mulai menyeramkan. Di rumah, kami
sekeluarga berkumpul di depan tv, ngobrol, menyanyi bersama, dan tertawa-tawa
gak jelas (pasti kedengaran tetangga -_-). Terkadang sambil makan lesehan di
lantai dengan penerangan lilin (nah, inlah yang namanya candle light dinner,
haha =D). Setelah itu aku dan kedua adiku akan bermain dengan lilin tersebut.
Menyeberangkan jari melewati lilin, melapisi kuku kami dengan lelehan lilin,
menjadikannya seperti kuteks, membuatnya semakin tebal dan semakin panjang,
lalu saling beradu. Kadang malah lebih ekstrem, yaitu menggunakan sisi jari di
bagian telapak tangan, sehingga jika kamu melapisi jarimu, maka syaraf-syaraf
di bagian itu akan mentransmisikan rasa panas ke bagian otak, yang akan
merangsangmu untuk menarik tanganmu sebagai bentuk pertahanan diri (masih ingat
kan nama reseptor panas di kulit? Yap, ruffini :D). Kemudian kami satu-satu
jatuh tertidur dengan lilin yang tetap menyala di lantai, yang di pagi hari
menyisakan lelehan lilin yang telah membeku kembali (mama sering kali mengomeli
kami, karena jika kamu mencabut lelehan yang telah membeku kembali itu, maka
akan tersisa bekas berwarna putih di lantai yang sulit sekali dibersihkan).
Ya, itulah sebagian sisi romantis pemadaman lampu di masa
kecilku. Tetapi akan mengerikan jika lampu mati terjadi bersamaan dengan hujan
deras, makin lama lilin mengecil lalu habis, dan yang paling parah adalah saat
ada seorang atau lebih anggota keluargamu yang tidak ada di rumah. Yang
terakhir ini akan membuatmu menanti dengan was-was, takut terjadi apa-apa
dengan mereka, ataupun karena kamu tak mampu beraktivitas di rumah sendiri
karena kurangnya orang. Kemudian kamu akan menambah kesensitifan indra
pendengaranmu terhadap setiap suara di luar, mulai suara mobil, motor, orang
berjalan, ketukan di pintu, sampai ucapan salam yang beradu dengan suara
gemuruh hujan. Dan saat orang yang dirindu muncul, kamu akn mengucapkn syukur,
lalu berharap mereka tidak akan meninggalkanmu lagi di malam yang kelam karena
pemadaman listrik, kamu akan selau berharap keluargamu utuh, hahaha :D. Lalu
saat terdengar suara guntur, disusul dengn lolongan anjing, kamu dan
saudara-saudaramu, bahkan orangtuamu, akan saling berpelukan saling
menghangatkan, sampai akhirnya jatuh tertidur. Yah, pemadaman lampu, akan
membuat dirimu merasa betapa berharganya orang di setiap waktu hidupmu, di
setiap detiknya. Bahkan berharganya orang tak dikenal yang kita temui begitu
saja di jalanan, aku baru sadar, bahwa kita saling berbagi kehidupan. Dan
moment-moment kecil dalam hidupku dimasa muda (hah? Apaan nih -_-),
moment-moment itu adalah harta karun, aku jadi menyesal kenapa dulu (sampai
sekarang sih)tidak menulis buku harian
(seharusnya pelajaran bahasa indonesia harus membiasakan dan memaksimalkan
keterampilan ini, karena dengan menulis buku harian, bisa menambah kemampuan
mengingat kita).
Yaa Allah, jagalah keutuhan keluarga kami, kami saling
menyayangi satu sama lain. Mudahkanlah papa, mama, riko, dan ragil. Jagalah
mereka, sayangilah mereka. Aku baru sadar bahwa mereka adalah orang-orang
terpenting di hidupku, sangat berarti. Setiap moment dengan mereka adalah
saat-saat terindah. Aku ingin bersama mereka, di dunia dan di surga kelak. Aku
menyayangi dan mencintai mereka. Jagalah Yaa Allah. Aamiin J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar