Simple Life

Selasa, 12 Februari 2013

TARI AND HALLYU

Tik..tok...tik...tok...
Mata Tari memerah, entah karena radiasi layar laptopnya, entah karena tak sanggup menahan air mata ini lagi. Ingin menangis sesenggukan, ia menengok sebentar ke arah jam dinding. Pukul 1.45. Sial, kalau segala emosinya tercurah saat ini, seisi rumah akan terbangun. Aaakkhh, perih, tapi tak seperih hatinya saat melihat si putri dalam drama itu menunggu pangerannya. Episode yang ke empat belas. Tiga episode lagi dan tari tak perlu merana penasaran menantikan akhir cerita cinta putri dalam drama korea itu.

***

Tari berjalan gontai memasuki kelas. Ya, kata temannya sudah sejak dua minggu ini Tari melemah, ia kehilangan kekuatannya dalam segala hal, terutama dalam mengerecoki teman-temannya yang mulai menggunakan bahasa aneh-aneh. Oppa oppa, eonni, gomawo, aahhkkk, kata-kata itu hanya membuatnya sakit kepala saja. Cukup sudah dengan trigonometri dan logaritma, itu sudah membuat kalian sinting bukan main, kenapa sekarang harus menambah bahasa planet seperti itu? Tari. Seorang perfeksionis yang mencintai matematika dan ilmu alam, yang menjunjung tinggi undang-undang dasar dan pancasila, pengamat ekonomi yang baik, yang menghormati hak asasi manusia, yang taat menjalankan sila pertama dengan takwa, yang patuh pada orang tua, yang peduli sesama dan penyayang binatang. Orator ulung dan seorang humanis, bunga dalam kelasnya itu, siap pasang badan bila bertemu dengan: Korean lovers.

Tari duduk di bangkunya. Obrolan tentang dunia hiburan di semenanjung Korea itu terhenti sejenak. Pikiran para ABG tanggung itu berjalan, bukan, tapi berlari, siap-siap memberikan teori balasan jika singa betina itu mulai berceloteh. Tapi setelah ditunggu sepuluh menit, Tari tak merespon. Tari merebahkan kepalanya di atas meja. Ternyata saudara-saudara, ia ngantuk. Dan sekarang sambil menutup mata, ia mulai mengkhayalkan sesuatu. Menyebalkan, semalam suntuk sudah kuhabiskan untuk menonton sisa episode drama itu, dan apa yang kudapatkan? Tidak seharusnya faktanya terungkap bahwa sang putri ternyata adalah putri dari kaisar sendiri, sehingga putri tak bisa menikah denngan putra sang kaisar yang ternyata adalah putra mahkota, sehingga pada akhirnya sang putri harus berakhir sebagai biarawati!!! Kenapa kisahnya begitu absurd, membuatnya tak bisa tidur sampai saat ini, dan kenyataan bahwa ia belum mengerjakan PR biologi harus dibayar mahal dengan mentraktir Lala sebungkus nasi kuning di kantin sekolah agar ia bisa menyalin essai milik temannya itu, serta bayangan dari raut muka Reno yang tertawa kesenangan karena ia mulai menjilat ludahnya sendiri, dan  rasa nyeri tidak nyaman pada punggungnya ini benar-benar mengganggu...

"BISAKAH KAU BERHENTI...!!!!" Tari meraung memecah kegaduhan kelas, yang berarti kelas sunyi senyap (jika kau membayangkan nabi Musa membelah laut merah, seperti itulah mungkin keadaannya. entahlah, kau bisa mencernanya sendiri). Bonbon hanya berdiri membisu, seperti patung. tangannya masih dalam posisi saat menyodok gadis itu, tetapi sudah menjauh semeter. Telunjuknya gemetar, kemudian ia memutar badannya dan mengarahkannya pada Reno. Pria itu pura-pura tak tahu, lalu membalikkan badan,  tersenyum jahil, dan Tari membatin: payah kau, sok romantis, trik itu sudah kulihat di drama Princess Minutes dalam episode yang ke-7.

Mereka sudah tak bicara selama hampir tiga minggu. Ya, tiga minggu dan itu membuat Tari tak bisa makan, minum, nyuci, dan sebagainya. Ia memandang ke cermin dan mencari kesalahannya. Memangnya apa yang salah darinya? Penampilannya menarik saat mereka jalan berdua di tengah kelap-kelip kota. Belum pernah sekali pun mereka bergandengan tangan, dan saat Tari bertanya mengapa, lelaki itu menjawab sambil tersenyum bahwa ia belum cukup modal untuk melakukannya. Tari bangga betul dengan cowoknya itu, yang tahu bagaimana menghargai wanita, begitu romantis, setidaknya itu yang ada di kepala Tari. Tak ada keriki-kerikil yang menghambat jalan mereka, karena memang jalannya tak berkrikil, tak ada masalah di antara mereka berdua sebelumnya, tak ada permasalahan negara, tak ada masalah  tentang partai apa yang akan dipilih orang tua mereka dalam pemilu 2014, tak ada masalah percintaan ABG tanggung lain, tak ada apa-apa kecuali film yang saat itu dipilih Reno.

Ia terpana saat memandang tiket yang diserahkan Reno. Tertulis di situ judulnya 'I AM'. Matanya menjelajah ruang tunggu bioskop dan mendapatkan poster film yang judulnya sama dengan tiket yang dipegangnya. Kumpulan wajah asia timur, lelaki yang mirip wanita, Tari bergidik.
"Kau mau mulai perang ya?" tanya Tari sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Berisik. Ini giliranku menraktir," ia tersenyum simpul.
"Tapi kita sudah sepakat untuk tidak menyentuh ke daerah yang sensitif untuk kita berdua,"
"Lalu mau bagaimana lagi? Aku sudah beli tiketnya loh," Reno menatap sambi berseringai. Sial, ingin dia rontokkan deretan gigi kekasihnya itu.

Dan sampailah mereka pada kursi 11 A dan 11 B. Tari sesekali melirik ke arah Reno yang kelihatan bersemangat sekali menanti pemutaran film itu.
"Ini pemutaran perdana. Kamu tahu? Aku mesti berdesakan untuk mendapatkan tiketnya," kata Reno sambil tak berhenti tersenyum. Tari tak tahu apakah harus bersimpati dengan ikut-ikutan ceria, atau menertawakan pilihan pria itu. Tetapi sepertinya keinginan untuk menertawakan jauh lebih besar. Tari ingat saat pertama kali mereka jadian, seluruh teman-temannya heboh. Bagaimana mungkin seorang anti hallyu sepertinya bisa menerima kehadiran pencinta SNSD seperti Reno? Tari sendiri tak tahu kenapa, tapi selalu dijawab dengan bijak. Begitulah cinta, menyatukan segalanya dan tak butuh kualifikasi apapun.

Sepanjang pemutaran film, lelaki itu terus mengoceh. Ia sudah membaca sinopsis tentang film itu yang menceritakan bagaimana para artis korea yang sudah sukses dibawah SM Manajemen seperti Super Junior, SNSD Girls Generation, SHINee, f(x), EXO, dan BoA. I AM  menceritakan bagaimana perjalanan karir para artis dibawah asuhan SM Manajemen mulai dari proses audisi serta perjalanan karir mereka sampai dengan terkenal saat ini.  Bagaimana kita dapat melihat rahasia-rahasia para bintang-bintang terkenal Korea dibawah SM Manajemen mengenai kehidupan mereka sehari-hari ketika tidak sedang berakting ataupun konser.

Dan suaranya makin bersemangat saat SNSD muncul. Mereka cantik, bertalenta, sangat sempurna. Ia bercerita betapa kagumnya ia pada Luna, bukan, Moona, bukan, ah siapalah namanya, oh ya, Yoona. Bagaimana awal debut Yoona, proses seleksi menjadi anggota SNSD, bahwa akting adalah kelebihannya.
"Kamu tahu, Yoona dijuluki Him Yoona yang artinya Yoona kuat, hahaha," Reno tertawa. Tak ada jalan lain bagi Tari selain ikut tertawa juga meski ia tak mengerti apa yang dibicarakan.
"Hahaha, kamu tahu, aku sudah jatuh cinta padanya, ia begitu cantik. Dan yang paling penting, ia tinggi dan kakinya, uuuuhhh, panjang, hahahaha.... ehem, maaf'," Reno berhenti tertawa. ia melirik ke arah air muka Tari yang sudah berubah. Ia salah karena telah masuk ke area sensitif kekasihnya, yaitu tentang tinggi badan dan panjang kaki. Dan inilah awal perang dunia ketiga.

Mereka nonton dalam diam. Wajah Tari masih mengerut dan matanya tajam menonton film, dan Reno sadar itu.
"Jadi, apa yang kamu lihat dalam film ini?" Reno berbisik.
 "Aku..." Tari tak bisa menyembunyikan kekakuan suaranya, "Sejauh ini, aku hanya melihat badut-badut konyol. Lihatlah cara mereka berdandan, cih" Reno hanya bisa mengelus dada menahan cobaan.
"Mereka laki-laki apa perempuan sih? Mulus amat mukanya, oh iya, operasi ya?Jangan-jangan mereka maho. Haha, lihat mereka nari! Konyol amat! Dengar suara mereka, paraahhh. Cara bicara mereka, dibikin-bikin. Mereka seperti tidak hidup di dunia nyata, tapi hidup seperti boneka. Apakah benar seperti ini hidup mereka? Ckck, inilah industri hiburan dan penikmatnya, hahaha.."
"Berhentilah, kamu bisa diamuk orang satu bioskop," kata Reno dengan muka merah.
"Apa kamu juga akan ikut mengamuk?"
"Kalau tak suka, keluarlah,"
"Apa aku bilang aku akan suka?"
"Keluarlah! Pergi saja nonton Shireen Sungkar sana! Ocehan yang sering kamu sebut kritik itu benar-benar tidak bermutu! Objektif!"
"Mending nonton Trio Macan panas-panas di tengah pasar dengan iringan orkes dangdut yang suara bassnya membahana. Pacaran sana dengan Yoona. Aku keluar!!!" mata-mata memandang ke arah mereka. Dasar. Laki-laki itu beraninya keroyokan.

Memori tiga minggu yang lalu terbawa sampai saat ini. Saat Tari merasa kulitnya menghitam dengan keringat yang mengucur. Parahnya, alunan musik dangdut, dengungan bass yang membahana, dan suara cempreng Trio Macan masih terngiang di telinganya. Sial, kenapa ia harus mengantar Bik Sing berbelanja di siang bolong, dan celakanya mereka harus bertemu gerombolan pembuat polusi suara. Tapi hal ini tidak mungkin terjadi kalau si idiot Reno itu tidak teledor mengungkit hal yang sensitif baginya. Ya, tinggi badan dan panjang kaki telah menjadi mimpi buruk sejak Tari ditolak masuk SMA bergaya militer yang terkenal se-antero Indonesia, padahal ia sudah belajar mati-matian untuk itu. Ia kurang tiga centi lagi.

Dan mungkin benar kata Reno, ia begitu objektif. Tanpa mengetahui dulu apa yang dikomentari, ia terancam menjilat ludahnya sendiri, dan yang paling parah, sekarang hubungannya dengan Reno di ujung tanduk. Desas-desusnya, Reno sedang dekat dengan ratu Hallyu di kelas mereka, Sunny namanya. Ia terlalu gengsi untuk bertanya langsung pada Reno, dan ia akan merebut kembali lelaki itu dengan caranya sendiri. Meskipun harus mendobrak prinsipnya, ia tak bisa mengelak bahwa ia mencintai lelaki itu, dan ia berusaha untuk sedikit menjadi apa yang disukai lelaki itu: menjadi sedikit bergaya 'Korea'.

Maka Tari memulainya dengan menonton K-Drama. Mempelajari cara bicara mereka yang centil-centil gimana gitu, mempelajari cara jalan mereka yang imut-imut gimana gitu, cara bagaimana mereka menjadi genit-genit gimana gitu, mempelajari beberapa istilah, gaya busana dan tata rambut. Hatinya mungkin tak sejalan dengan gaya-gaya Korea itu, tapi otaknya mencari pembenaran: 'Apa aku berasal dari zaman batu? Menjadi seperti itu merupakan proses pendewasaan di abad 21'.Selintas revolusi radikal yang dipikirkannya muncul saat ia melewati tv di ruang tengah yang sedang memutar iklan produk korea: peninggi badan dan pemanjang kaki instan. Mata Tari berbinar. Tari pikir ia mungkin sudah mengorbankan setengah hidupnya selama tiga minggu ini untuk mempelajari sekelumit Korea melalui drama.

Ya, dia sudah menonton puluhan judul drama sampai larut malam. Dan sekarang Tari mengeluarkan beberapa keping DVD drama yang tadi dibelinya dipasar. Tangan Tari gemetar saat mengeluarkan film pamungkasnya, film yang dibintangi pujaan hati kekasihnya, film yang dibintangi Im Yoona. Tari menelan ludah.

Itulah mungkin jawaban di setiap keheranan Reno belakangan ini. Gossip di antara teman-temannya bahwa terkadang Tari bersenandung, dan lagunya adalah milik SNSD. Halah, itu hanya tahayul, pikir Reno. Ada juga yang bilang cara berbicara Tari berubah. Lebih manis dan centil. Hah? Mana mungkin? Terkadang terdengar bahasa-bahasa Korea yang keluar dari mulutnya. Ingat! Tari adalah seorang nasionalis sejati! Dan yang menghebohkan adalah pernah ada yang melihat Tari seperti sedang nge-dance ala Wonder Girls!!! Yang mengatakan itu pasti sinting.

Nah, begitulah, sekarang Reno sedang berada di balkon sekolah. Memandang pemandangan di sekitarnya. Rambutnya berhembus terkena tiupan angin. Reno mengalihkan pandangannya ke arah hembusan angin, dan yang didapatkannya adalah Tari. Tapi, ada apa dengan wanita itu? Penampilannya, kenapa rambutnya seperti tokoh di salah satu drama Korea? Reno mengusap wajahnya, tapi Tari tak berubah, she is still the same. Tari mendekat dan berdiri di sampingnya. Kenapa Reno merasa agak pendek?

"Ada apa denganmu?" tanya Reno.
"Ada apa apanya?"
"Kau berubah,"
"Berubah apanya? Xixixi," Tari cekikikan. Sejak kapan perempuan ini menutup mulutnya saat tertawa? "Aku merasa sudah melewati salah satu tahap pendewasaan," lanjut Tari. Alis Reno terangkat, sepertinya rumor selama ini...
"Ehem, kamu tahu, aku kena skors," ujar Reno sok serius.
"Aigoo...."
"Ahaaa, benar kan kau berubah? Berhentilah menjadi sok ke-korea-korea-an!!"
"Sok ke-koreaan? Ini bukan sok ke-koreaan, ini adalah fase perubahan menjadi dewasa!!!"
"Dewasa? Menjadi kayak badut gini kau bilang dewasa?"
"Badut?" Tari tersinggung, "Aku berusaha dengan keras menjadi seperti Yoona dan kau bilang aku kayak badut???!!" Tari tak bisa menahan air matanya lagi. Ini adalah tangisan dari kesedihannya saat ini, dan akumulasi tangisan tiap malam saat menonton drama. Reno diam. Ia tak tahu bagaimana membendung tangisan yang pertama kali dilihatnya dari seorang Tari. Yang ada hanya isakan Tari.
"Aku berusaha untuk menjadi yang kau suka. Aku takut... hiikkss... aku takut kau diambil Sunny, wajahnya oriental banget, kayak personel cherrybelek, hiiikkss..." astaga, ia heran kenapa ia bisa semelankolis ini. Memalukan, pikir Tari. Mereka berdiri dalam diam lagi.
"Tar.." kata Reno memecah keheningan, kedua tangan Reno meraih pundak Yoona, dan mereka saling berdiri berhadapan,"Tidak peduli berapa banyak Yoona di dunia ini, hatiku hanya mengenal kamu. Aku suka kamu, kamu yang seperti biasa. Kamu adalah Yoona-ku," pikiran Tari melayang. Biasanya pada kondisi ini, yang terjadi pada drama adalah kedua insan berpelukan, dan ciuman panas meluncur. Tapi bayangan itu lenyap, berganti dengan tatapan murka ayahnya yang siap dengan tali gantungan. Glek, sial, sejak kapan laki-laki ini pandai menggombal.

Berikutnya terjadi seperti biasanya, seperti tiga minggu yang lalu. Mereka mulai pulang bersama naik bis kota. Tapi dalam diam. Mereka sesekali bertemu pandang, kemudian tersenyum. Reno mengambil secarik kertas di atas bis yang melaju, menulis:
'Apa yang kamu pelajari?'
Kemudian menyerahkannya ke Tari sambil malu-malu. Tari mendengus, lalu tersenyum menyambut kertasnya:
'Em, aku belajar untuk tidak menilai segalanya dari pandanganku. Masih banyak sudut lain yang bisa ditelaah, dan itu menimbulkan nilai yang mungkin berbeda untuk direnungkan dan dicari benang merahnya. Aku belajar menghargai diriku sendiri  dan mencintainya. Dan... Aku belajar tentang kamu'
Tari menyodorkannya kembali sambil meringis. Reno tertawa renyah. Dan mereka kembali diam dalam sisa perjalanan, sampai tiba-tiba Tari berkata:
"Ren, kayaknya ada sedikit masalah,"
"Hmm?"
"Aku mulai mencinta Lee Dong Wook..."
"AAAPAAAA????!!!!!"






Yogyakarta, 12 Pebruari 2013 03.50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar